Bencana: Saat yang Menjadikan Hidup Berarti?
Pada umumnya kita baru mau belajar, ketika kita mengalami “bencana”
yang memaksa kita untuk merenung. Saat jalan kita sudah buntu. Saat
dihadapan kita terpampang tembok yang tebal dan tinggi. Kita banyak
belajar ketika kita mengalami kegagalan. Saat kita sukses, kita tidak
banyak belajar. Ketika Anda mengalami keberhasilan, teman-teman anda
mungkin hanya berkata, “Kamu hebat!” tetapi saat anda mengalami
kegagalan yang terjadi adalah anda disuruh untuk belajar kembali.
Evaluasi kembali. Merenungkan kembali apa yagn sudah anda alami.
“Anggaplah itu sebagai sebuah pengalaman, sebuah pelajaran!” Kata-kata
itu mungkin sering anda dengar saat-saat anda berkutat dengan kegagalan.
Sebuah ungkapan bijak mendukungnya, “Hanya keledai bodoh yang jatuh
dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya”. Apakah anda pernah
mendengar atau membaca ungkapan yang sebaliknya? “Hanya orang pintar
yang mengalami kesuksesan yang sama untuk kedua kalinya”?
Kita
akan sangat membutuhkan benturan-benturan dalam perjalanan hidup ini,
ketika kita ingin berkembang. Ketika kita ingin mengevaluasi diri kita.
Kapankah anda mulai menyadari pola makan yang salah? Ketika anda sudah terkena penyakit maag.
Kapankah anda mulai memberi cinta pada orang-orang yang anda cintai? Ketika anda sudah kehilangan mereka.
Kapankah anda mulai menyadari bahwa sikap anda pada teman-teman anda
ternyata sangat menjengkelkan? Ketika anda tidak punya teman lagi. Kapan
anda mulai tekun belajar? Ketika nilai anda di sekolah sangat jelek.
Kapan anda mulai berdoa? Saat anda menghadapi cobaan berat. Hidup anda
sudah mulai tidak teratur atau malah sudah hancur.
Tentu semua
itu, bisa kita laksanakan, ketika kita mau untuk menyadari segala
tindakan dan perilaku kita. Intinya, kita mulai belajar ketika kita
tidak tahu tetapi kita butuh itu. Pelajaran paling berharga adalah saat
kita menghadapi kehidupan yang paling berat. Ketika segala yang kita
lakukan hampir membuat kita stress. Atau hampir ingin bunuh diri.
Kegagalan memang menyakitkan, namun saat itulah kita dididik. Biasanya
kita memperhatikan “bencana” itu sebagai titik balik. Kita adalah
makhluk yang hidup dengan kebiasaan. Kita terus melakukan apa yang kita
lakukan, hingga kita terpaksa berubah.
So, pelajaran kita tidak
pernah habis. Selama kita masih hidup kita harus tetap belajar, dan
berubah mengikuti sinyal-sinyal dari alam. Alam semesta selalu mengusik
kita dengan sinyal-sinyal lembut sebagai alarm bagi kehidupan kita. Tapi
ketika kita tidak menggubris sinyal-sinyal itu, alam semesta
membangunkan kita dengan gelombang air bah, atau gempa bumi, tanah
longsor, banjir badang..
Apakah bencana membuat kita semakin
lebih bijak dalam menjalani kehidupan ini atau malah membuat kita
menyerah atas kehidupan ini. Tuhan punya rencana atas semua ini.
Kehidupan kita akan makin berwarna, mulai dari warna gelap sampai warna
yang cerah. Mungkin benar kata Ebiet G. Ade: Anugerah dan Bencana Adalah
Kehendaknya, Kita Mesti Tabah Menjalani, Hanya Cambuk Kecil Agar Kita
Sadar, adalah Dia Di Atas Segalanya.
Tuhan memberkati
https://www.facebook.com/CeritaCeritaInspiratif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar